Tulisan ini dipublikasikan pertama kali 19 November 2013, sehabis penulis menggelar Festival Perayaan 100 Tahun Albert Camus di Bandung. Tapi tulisan ini menjadi penting kembali bagi penulis dalam kesehariannya saat ini hidup di Jakarta 2 tahun terakhir, yang dalam kacamata penulis, menyerupa Oran yang digambarkan Camus dalam bukunya Le Peste.
***
Apa jadinya kalau surga dan neraka tak ada? Atau bagaimana bagi mereka yang tidak percaya akan surga dan neraka, konsep dosa dan pahala? Masihkah manusia mau berbuat baik? Adakah alasan manusia berbuat baik? Untuk menjawab pertanyaan itu saya rasa ada yang layak dijadikan rujukan.
Albert camus.
Ia memperkenalkan kita pada konsep Absurditas. Memberikan kita pilihan, jalan hidup baru. Menawarkan sebuah keadaan, bukan kebenaran. Jalan hidup yang mungkin dapat dipilih bagi mereka yang tidak percaya tuhan atau bagi mereka yang mau berjuang untuk keadaan dan tidak pasrah.
Camus menawarkan pilihan: Hiduplah untuk hidup. Bahwa masa depan adalah absurd dan kehidupan tidaklah untuk dijelaskan tetapi untuk dihidupi. Absurditas adalah hidup tanpa ‘untuk apa’ dan ‘mengapa’. Suatu keadaan tanpa pretensi.
Di dalam konsep agama, ada yang dinamakan ikhlas. Keadaan yang tidak mengharapkan imbalan kebaikan. Namun konsep ikhlas dalam agama ini akan selalu berbeda dengan keadaan tanpa pretensi, karena dalam agama tentu konsep dosa dan pahala sudah tertanam, di mana sebuah perbuatan baik akan selalu mendapat balasan berupa kenikmatan dan janji akan surga. Di sini dapat dikatakan tidak ada kondisi yang benar-benar ikhlas dalam paradoks yang ditawarkan agama.
Kalau begitu, apa yang mengikat kita dalam absurditas? Apa yang dapat mendorong orang berbuat baik?
Pergulatan Camus terhadap penyakit Tuberkulosis (TBC) di usia 17 tahun, sebuah penyakit yang mematikan pada zamannya, sedikit banyak mempengaruhi pemikirannya tentang absurditas. Ia sadar dan mengamini pendapat Nietsche bahwa manusia pada dasarnya telah divonis mati. Dari situlah pergumulan Camus mencari pemaknaan hidup memunculkan konsep absurditas.
Pengertian absurd akan realitas yang dimiliki Camus berangkat dari pemahamannya akan dunia sebagai sesuatu yang ada, tanpa harus menjelaskan bagaimana dan mengapa dunia itu terjadi. Albert Camus percaya setiap manusia baik pada dasarnya. Bahwa setiap manusia memegang nilai kebaikan yang dibawa alamiah.
Bagi Camus, kejahatan disebabkan oleh ketidaktahuan. Niat baik tanpa didasari pengetahuan dapat membawa keburukan. Menurutnya sifat jahat yang paling parah adalah kebodohan yang mengira mengetahui segalanya. Kebaikan haruslah dibarengi dengan pengetahuan.
Camus tidak pernah mempermasalahkan agama. Bahwa agama adalah hal yang personal dan merupakan kebutuhan masing-masing orang untuk tunduk atau tidak, ia mengakuinya. Namun ia menolak ketika agama membutakan. Ketika agama dipakai sebagai motif melakukan pembenaran atas suatu ‘ketidaktahuan’. Yang dia inginkan adalah orang berjuang sekuat tenaga melawan kematian (kebathilan) tanpa mengangkat pandang ke langit tanda pasrah.
…
Pemikiran Camus sebenarnya tidak rumit dan bahkan dapat dimiliki semua orang. Seseorang tidak perlu belajar Camus untuk mengerti konsep absurditas. Camus hanya menggambarkan secara tepat dan indah tentang konsep yang dimiliki seorang manusia yang berhati baik, seorang manusia yang berempati dan meng-ada pada realitasnya. Seorang manusia ‘palang merah’, jika merujuk pada istilah yang diberi Sartre.
Albert Camus mengajak kita untuk tidak pasrah terhadap keadaan, tidak menyalahkan keadaan atau menyalahkan orang lain. Ia mengajarkan kita untuk bersinggungan dengan dunia. Mencari kebahagian dengan bertindak atas apa yang ada tanpa perlu memikirkan apa yang lalu dan apa yang akan datang. Karena kebaikan harus dilakukan karena perlu.
Kalau sudah begitu, syarat yang ada hanyalah tak berpretensi akan apapun. Maka kita sudah menguasai apa yang dalam agama diberi nama ilmu iklhas, tanpa membaca kitab suci atau pujian sehari-semalam. Hanya perlu menggali kembali nilai kebaikan yang ada dalam diri kita.
Selamat menjalani jalan hidup baru, dan
Selamat manjadi ada